Secarik Risalah dari Hijrah Sang Nabi
Jumat, 17 Desember 2010Kota Makkah, dimana pada zaman kuno terletak di garis lalu lintas perdagangan antara Yaman (Arabia Selatan) dan Syam dekat Laut Tengah, yang keduanya telah mencapai peradaban cukup tinggi. Dipandang secara geografis, kota lembah tersebut hampir terletak di tengah-tengah jazirah Arabia , salah satu kota penting yang menghubungkan jalur strategis pada masanya. Sedangkan kota Yatsrib -- yang kemudian berganti nama menjadi Madinah -- sejak zaman dahulu merupakan stasiun perdagangan yang juga penting, dimana kota tersebut terletak diantara lalu lintas Makkah menuju Syiria.
Pembahasan historis dan etimo-terminologis menyebutkan bahwa peristiwa hijrah Sang Nabi saw. dari Makkah menuju Madinah, dari sekian makna yang ada -- disana, pada lima belas abad yang silam -- telah menorehkan salah satu catatan penting bagi umat ini, catatan yang mengajarkan sikap untuk tidak pernah berhenti dalam berjuang menyampaikan pesan agung kebenaran Islam ke seluruh alam semesta.
Ketika dakwah Sang Nabi saw. mendapat tekanan, perlawanan, dan bahkan ancaman fisik. Dan ketika semangat gerak perjuangan menyampaikan risalah agung Tuhan dihadang, dihalang, dan berusaha untuk dipadamkan. Maka, sejarah mengajarkan kepada umat pilihan ini, umat terbaik, agar tidak pernah tinggal diam, pasrah pada keadaan yang menyulitkan. Akan tetapi, seharusnya umat ini terus bergerak, berperan sebagai manusia yang tak pernah berputus asa.
Sesungguhnya agama, berpegang teguh dan membelanya, dengan berbagai media yang dapat ditemukan dalam celah realita, hal itu merupakan asas utama membangun suatu kekuatan yang tangguh, dan benteng yang kokoh untuk menjaga, membela, atau melindungi hak yang kita miliki dari harta benda, kedaulatan negara, kemerdekaan, dan kemuliaan harga diri.
Bermula dari pijakan prinsip ini, kita mesti menyadari bahwa sunnatullâh di alam semesta sepanjang sejarahnya memperlihatkan bahwa kekuatan maknawi hampir selalu bersandingkan kekuatan materi. Tidak bersandar penuh kepadanya, namun tidak juga meniadakannya sama sekali.
***
Bila kita tahu bahwa hidup yang lapang bahagia, nyaman, dan damai sentosa, dianugerahkan bagi orang-orang yang bersuka cita dan mereka yang mengikuti jejak takwa, hanyalah kehidupan surga; dan bahwa jalan yang harus ditempuh adalah beramal saleh sampai ajal menjelang tiba, sebagai suatu nilai hidup husnul khâtimah. Maka beramal sebanyak mungkin, sebatas kemampuan, dan berusaha ihsân dalam menjalaninya adalah konsekuensi sesudah memahaminya.
Ihsân bermakna optimal dengan tanpa cenderung melakukannya seketika, secara tiba-tiba, mendorong dengan keras, bahkan euphoria, atau malah cenderung santai, bermalas-malasan, tak bergairah. Karena yang demikian itu akan menjadi sebab bagi terhentinya seluruh amal yang seharusnya dilakukan.
Tatkala himmah dalam diri mulai melemah, gerakkan aktivitas ibadah kita, tetaplah beramal. Kobarkan nyalanya bila kian meredup. Bangkitlah kembali meski harus tertatih-tatih. Bergelombanglah jangan surut menepi. Bergeraklah, karena diam berarti mati!
Bukankah hidup manusia teridentifikasi dengan napas, denyut nadi, dan degup jantung. Dan bukankah semua itu adalah gerak? Bahkan semesta ini seluruhnya adalah gerak. Dari mikrokosmos sampai makrokosmos semua berada pada kesinambungan gerak proton dan neutron dalam setiap partikelnya. Sebagaimana gerak putaran bumi, bulan, dan matahari pada porosnya. Sebagaimana kinerja bintang-bintang dari ledakan nova hingga supernova. Semua berputar, bergerak, bertasbih dengan bahasa tubuhnya sendiri-sendiri. Seperti kalbu baginda Nabi saw., tanâmu 'aynâhu wa lâkin lâ yanâmu qalbuhu.
Allah Sang Pencipta tak akan pernah 'jenuh' menerima amal-amal hamba-Nya, sehingga hamba sendirilah yang lebih dahulu merasa jenuh. Sedangkan amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinu, langgeng, istiqomah meskipun itu sedikit. Maka bersemangatlah dalam beramal, sebatas kemampuan, hingga tak terasa suntuk, jenuh, dan bosan dalam beribadah. Lalu merasa rehat, santai, atau malas saat meninggalkannya, menjadi sebab terhentinya aktivitas utama sebagai seorang hamba. Lelah ketika beramal untuk akhiratnya.
Kemampuan manusia tentulah berbeda-beda. Bila baginda Nabi saw. mampu melakukan qiyâm al-lail hingga kedua kaki beliau merasa keletihan. Dan Imam Ali Zainal Abidin ra. mampu melakukan shalat sunnah dalam sehari semalam seribu raka'at. Juga dikisahkan bahwa Imam al-Junaid ketika masuk ke dalam kedainya, ia memasang tirai lalu melakukan shalat empat ratus raka'at. Tentu semua itu sangat menakjubkan. Kita tetaplah berharap agar mencapai maqam tersebut, tak usah patah semangat, namun jangan lupa batas kemampuan untuk memulainya.
Di penghujung segala harap dan cemas dalam beribadah, ingatlah akan kehidupan abadi, istana-istana mewah di taman indah surgawi, dan ingatlah akan tujuan tertinggi, puncak kenikmatan yang tak tertandingi, menatap "Wajah Agung Ilahi". Maka sebagai langkah awal, mulailah dari batas kemampuan yang dimiliki saat ini. Mungkin saat kita bergerak, bertahan di poros semangat yang ada, saat itulah daya magnet ruhani dalam diri mulai terkumpul. Bermula dari gerakan yang teratur, berkesinambungan, sampai akhirnya menjadi adat kebiasaan yang tetap, dan akan terasa berat bila ditinggalkan lagi. Wallâhul muwaffiq!
فَهِجِ الأَعْمَالَ إِذَا رَكَدَتْ فَإِذَا مَا هِجْتَ إِذًا تَهِجِ
"Maka gerakkanlah amal perbuatan bila diam terhenti,
engkau bergerak berarti engkau bangkit kembali!"
(Imam Abul Fadl Yusuf al-Tauzary dalam Kasidah al-Munfarijah)
JIHAD: Kata yang Sering Disalah Artikan
Rabu, 17 November 2010
“Jihad adalah aktifitas unik yang menuntut kemampuan atau upaya sungguh-sungguh (serius) seseorang untuk mengatasi kesulitannya. Ia bisa berarti baik atau buruk, bergantung pada tindakannya. Oleh karena itu, berkali-kali diingatkan agar ber - ‘Jihad dijalan Tuhan’, bukan jalan yang lain. Makna Jihad baik secara bahasa maupun syariat (metoda) agama tidak sama dengan bertempur (al qital) atau perang. Aplikasi Jihad lebih luas, tidak hanya bertempur. Jihad Besar (jihaadan kabiiraa) adalah ketika dalam situasi cobaan yang sangat berat, mampu berdakwah dengan al Qur’an, lisan maupun perbuatan (Qs, 25:52)”.
Minggu, 22 Agustus 201012 Ramadhan, 1431 H.
Klasifikasi: Sedang.
Minggu lalu, tidak sengaja, saya masuk kesebuah forum virtual dimana pembaca Indonesia dan mungkin juga Malaysia – kebanyakkan pemuda - mendiskusikan artikel yang berjudul “Jihad Adalah Perang!!”, dengan dua tanda seru!!. Disana saya baru menyadari - beragamnya interpretasi Muslim sendiri dalam memaknai Jihad - telah terjadi sejak abad Pertengahan, ribuan tahun yang lalu.
Masuk millennium baru, kata Jihad adalah topik yang paling sering diberitakan, didiskusikan diberbagai forum, media elektronik, cetak, maupun dunia maya. Sangat beragam para ahli agama, para analis politik global, dunia pendidikan, tokoh masyarakat, dunia intelijen dan media ketika menanggapinya. Tetapi yang paling dominan adalah media Internasional yang menyebut Jihad umumnya sebagai “The Holy War”, demikian juga pada literatur teknik “Perang Suci” disamakan dengan kata Jihad ( Rudolph Peters, Jihad in Medieval and Modern Islam).Bisa dipahami interpretasi tersebut, karena sebagian Muslim memang mempromosikan kata Jihad sebagai kegiatan berkelahi, bertempur dan membunuh (al qital), dimulai sejak abad pertengahan (Medieval).
Kali ini 'Note' saya agak panjang, dan sebagaimana biasanya, selalu dilengkapi dengan kripto, bahasa matematis. Karena memang demikian adanya.
Mari kita lihat prinsip-prinsip dasar yang tercantum pada Kitab Mulia, sebab makna Jihad lebih luas – mencakup semua aspek kehidupan dari hal yang tampak sederhana hingga ke sesuatu yang besar, dan bukan sekedar bertempur, berkelahi atau membunuh. Jihad adalah prinsip dasar dari aktivitas yang menuntut semua kemampuan seseorang untuk menyelesaikan kesulitannya atau mencapai tujuannya, berkesinambungan, dan ia merupakan ‘tool’ dengan berbagai perangkat instrumennya yang dapat dipilih. Jihad adalah kata netral, dari segi bahasa ia juga bisa berarti buruk, bergantung pada perbuatan dan tujuannya.
Dr. Yusuf Qardhawi, yang disebut sebagai Presiden Ulama Dunia di Qatar - untuk menjelaskan konsep dan aspek Jihad memerlukan lebih dari 1200 halaman dalam bukunya, “ Fikih Jihad”. Karya yang mendapat sambutan positif baik di Timur Tengah maupun di Barat (Republika, April 2010). Salah seorang putrinya, lulusan doktor Fisika Nuklir Inggris, termasuk pengagumnya.
Bagaimanapun juga, Muslim di dunia termasuk di Indonesia, faktanya memang terbelah tiga dalam memahami kata Jihad ini : 1. Kelompok Muslim yang meyakini bahwa Jihad adalah bertempur atau perang. 2. Kelompok Muslim yang memaknai Jihad secara lebih luas. Jihad bukan perang, tetapi perang adalah salah satu bagian yang ada dalam pengertian Jihad. 3. Muslim yang tidak tahu atau tidak mengerti apa-apa. Kelompok ini adalah kelompok terbesar.
Kita tidak akan membahas global politik yang ikut mempengaruhinya, tetapi semata-mata – sebagaimana adanya yang diterangkan oleh Kitab Mulia dilengkapi dengan latar belakang sejarah sebagai lingkungan strategis, sehingga membantu dalam membuat kesimpulan, bagi siapa saja yang berminat. (LEMHANAS menyebutnya Lingstra).
Dalam Kitab Mulia kata Jihad tercantum dalam 12 surat, dan disebut 41 kali dalam berbagai bentuknya (Indeks Al Qur’an, Mizan). Tersebar dalam berbagai situasi dan kondisi ketika Nabi berdakwah, baik di Makkah maupun di Medinah. Mulai dari Jihad yang bermakna buruk dan Jihad yang bermakna baik, termasuk Jihad bukan perang, Jihad yang berkaitan dengan situasi mempertahankan diri dengan kekuatan militer dan Jihad bagi diri sendiri yang di maknai melawan “bisikan dan rayuan Setan didalam kalbu” karena “ Setan adalah musuh yang nyata” (Qs, 002:168) – yang selalu ‘menyerang ‘ dari berbagai arah, dengan berbagai cara - termasuk cara halus dan membujuk. Sangat lihai!!
Ibnu Faris yang dikenal sebagai ahli linguistik Arab klasik (w. 1027 M) menjelaskan: “Semua kata yang terdiri dari abjad j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran”. Lebih jauh, kata Jihad berawal dari kata ‘Jahd’ yang berarti ‘kemampuan’ atau 'upaya sungguh-sungguh'. Ini karena kata Jihad menuntut pengerahan kemampuan seseorang secara optimal. Kata Jihad juga bukan berarti perang, dan Jihad Besar (jihaadan kabiiraa), dijelaskan Kitab Mulia ketika berada di Makkah tahun 614-615 M, sewaktu Nabi memperkenalkan agama Islam kepada kaum Quraisy penyembah berhala dan diperlakukan sangat buruk oleh mereka. Inilah ayat pertama tentang Jihad berdasarkan urutan turunnya wahyu, dimana oleh kebanyakan pembaca Muslim jarang diperhatikan.
“Maka janganlah kamu taati orang-orang penyembah berhala yang menolak risalah Illahi (kafir), dan ber-Jihadlah melawan mereka (menggunakan Al Qur’an) dengan Jihad yang Besar” (Qs, 25:52).
Dalam Kitab Mulia, ayat diatas adalah kata Jihad pertama kali yang diperkenalkan kepada Muslim di Makkah. Ada sejumlah situasi yang kita dapati dalam ayat diatas untuk dasar berpikir:
1. Ketika Nabi memperkenalkan risalah Illahi kepada bangsanya. Nabi, sahabat dan para pengikutnya bukan saja ditolak tetapi dihina, dicemoohkan, diintimidasi, dianiaya, dan tidak mendapatkan hak dasar- bebas untuk beribadah sesuai agamanya. Bahkan Nabi disebut sebagai tukang tenung, dan gila. Muslim dalam posisi yang sangat lemah, nyaris tidak berdaya. Berat sekali ujiannya!! Sebagian Muslim diperintahkan Nabi untuk berhijrah (mengungsi) ke Negara Kristen Habasyi/Abesinia (sekarang Etiopia) yang dipimpin oleh Raja yang adil, Negus (al- Najasi). Akumulasi dikemudian hari, perlakuan buruk orang Quraisy menjurus kepada rencana pembunuhan Nabi.2. Jihad disini adalah nyata, Jihad yang Besar (jihaadan kabiira), dan bukan berperang – tetapi dengan dakwah berdasarkan isi al Qur’an.3. Perintah untuk tidak mentaati kaum Quraisy, dan berusaha sekuat tenaga – segenap kemampuan - untuk tetap berdakwah dengan al Qur’an baik lisan maupun perbuatan. Satu-satunya ayat dengan kata Jihad Besar, dari 6236 ayat yang ada.4. Ini adalah kata Jihad pertama yang diperkenalkan kepada Muslim, tahun 614 M di Makkah, empat tahun sejak Muhammad saw di angkat Nabi serta berdakwah menjalankan misinya. Tidak ada hubungannya dengan bertempur.
Sampai sini barangkali sudah mulai terlihat garis besarnya, terutama dengan pengertian dasar kata Jihad Besar.
Kata Jihad yang berdiri sendiri tidak selalu berarti baik, bahkan bisa sebaliknya – sangat buruk. Perhatikan ayat dibawah ini, ketika orang tua penyembah berhala ‘berjihad’ (dengan segenap kemampuan dan cara) agar anak-anaknya mempersekutukan Tuhan, dengan tuhan-tuhan yang lain, pengetahuan yang tidak pernah ada dasarnya dalam agama.
“ Dan jika keduanya (orang tuamu) berjihad (jaahadaa) supaya menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan engkau patuhi mereka dan perlakukanlah mereka dengan baik di dunia…..” (Qs, 31:15).
Penjelasan diatas:1. Situasi di Makkah tahun 614 – 615 M. Perintah Allah kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu-bapaknya (Qs, 31:14). Bahkan tetap harus memperlakukan mereka dengan baik, walaupun kedua orang tua, memaksa dengan segala kemampuan (jahadaa), supaya anak-anaknya mengikuti agama tradisi mereka, menyembah berhala dan menolak risalah yang dibawa Nabi (kafir).2. Jihad disini berarti aktifitas dengan cara mengerahkan segala kemampuan untuk hal yang buruk. Dari contoh kedua ayat diatas, sudah dapat dipahami bahwa Jihad berhubungan dengan ‘kemampuan’ dan ‘kualitas’ seseorang, juga sekaligus berupa ‘cobaan’. Cara yang dipilih untuk berjihad, akan menentukan apakah aktifitas tersebut baik atau buruk. Oleh karena itu, dapat dipahami, berbagai ayat dalam Kitab Mulia selalu mengingatkan pembacanya untuk ‘Jihad dijalan Tuhan’ , bukan yang lain – misalnya memperkaya diri sendiri dengan korupsi – jika dilakukan dengan mengerahkan segenap kemampuan, dari sisi bahasa disebut Jihad juga, tetapi sesuatu yang buruk.
Pengertian dalam ayat diatas sangat penting, agar pembaca mendapat gambaran yang utuh dan sistematis.
Makna Jihad juga berkaitan dengan ujian dan cobaan, wajar saja, karena Jihad dalam sejumlah ayat memang ujian bagi kualitas seseorang. Lihat dibawah ini:
“Apakah kamu menduga akan dapat masuk Surga padahal belum nyata berjihad (jahaaduu) diantara orang lainnya dan orang-orang yang sabar” (Qs, 003:142).
Bulan Maret tahun 625 M di Medinah, didapat informasi rencana serangan pasukan perang Quraisy penyembah berhala dari Makkah dalam jumlah yang sangat besar, membuat sebagian Muslim gentar mendengarnya karena kekuatan musuh yang menyerbu berlipat jauh diatas pasukan perang Muslim. Nabi menyerukan semua Muslim yang mampu bertempur, untuk membendung serangan tersebut di atas Bukit Uhud, diluar dekat kota Medinah, dilindungi pasukan panah. Seruan tersebut ditanggapi Muslim beragam, ada yang, (1) Mengikuti perintah Nabi, (2) Golongan Munafik yang berpura-pura ikut serta , dan (3) Kelompok yang ingin tetap di Medinah dengan berbagai alasan.Makna Jihad disini, yang diamini oleh Dr Quraish Shihab (Wawasan Al Qur’an – Mizan) temanya adalah ‘cobaan’ bagi kualitas seseorang Muslim, ketika dihadapkan pada situasi yang sangat sulit – harus mempertahankan kedaulatannya, agamanya dan masyarakatnya. Diketahui jumlah musuh berlipat kali lebih banyak, apapun risikonya. Nyatanya, sebagian Muslim tidak berupaya sungguh-sungguh dengan segenap kemampuan akal,fikiran dan imannya ketika dihadapkan pada situasi yang sulit – dan cenderung lari dari tanggung jawab sebagai anggauta komunitas. Ini yang dimaksud dengan ayat diatas.
Ketika operasi lapangan untuk menghadapi kesulitan sudah dipilih dan diperintahkan bertempur, mempertahankan segala hak-haknya yang telah diambil, maka Kitab Mulia tidak menggunakan kata Jihad, tetapi dengan ‘ al qital’ (berkelahi, bertempur, atau membunuh) dalam bahasa Arab atau ‘battle’, dan kadang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘combat’.Contoh penggunaan kata al qital, misalnya ketika menghadapi pertempuran di Sumur Badar, tepi Laut, tahun 624 M, dengan pasukan lawan berlipat lebih banyak, maka redaksinya berbeda. Lemah lembut, mesra dan membujuk.
“Hai, Nabi kobarkanlah semangat kaum yang beriman (Mu’min) untuk bertempur (qitaali). Jika ada diantara kamu dua puluh orang yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…..” (Qs, 08:65).
Satu banding sepuluh. Sesuatu yang dianggap mustahil oeh pasukan Muslim, maka turunlah ayat berikutnya, “Kalau diantara kamu seratus orang saja yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…..” (Qs, 08:66). Kata ‘sabar’ disini berarti dapat mengendalikan diri untuk tidak berbuat hal-hal yang dapat merusak tujuan yang baik. Disiplin, berilmu, semangat dan tahu benar apa misinya.
Pertempuran atau perang adalah pilihan terakhir, jika perdamaian masih dapat diupayakan, maka damai adalah prioritas. Nabi telah meletakkan senjata, dan tetap berusaha mengajak damai ketika berhadapan dengan salah satu suku Yahudi, Bani Quraizah di Medinah tahun 627 M (Abu Syaikh bersumber dari Ibnu Syihab). Peristiwa tersebut, lebih jelas, direkam dalam ayat berikut.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah……” (Qs, 08:61).
Tetapi akhirnya, dalam sejarah Islam diketahui Bani Quraizah berhianat, mengingkari perjanjian damai, dan bersekutu dengan suku Quraisy Makkah untuk menyingkirkan Nabi baik diam-diam maupun terang-terangan.
Izin bertempur (qital) selalu ada alasan kuat yang mendasarinya, karena diperangi, dianiaya dan diusir dari kampung halamannya (Qs, 22: 39-40). Bertempur dimungkinkan untuk dipilih jika, (1)Mempertahan diri (Qs, 002:190), (2)Membalas serangan musuh (Qs, 22:39), (3)Menentang penindasan (Qs, 04:75), (4)Mempertahankan hak beragama (002:191), (5)Menghilangkan peperangan (002:193), dan (6)Menegakkan kebenaran (Qs, 09:12).
Bertempur orang per orang atau ‘combat’ , atau bertempur kelompok atau ‘battle’, redaksinya selalu menggunakan kata ‘qital’, tidak dengan kata Jihad. Jihad juga meliputi derma harta benda untuk kepentingan umum (Qs, 04:96). Karena pada akhirnya, Jihad secara bahasa bisa buruk dan bisa baik, berhubungan dengan kualitas seseorang. Serta bergantung pada niat, tujuan dan dan cara yang akan dipilih.
Qardhawi dalam bukunya yang terbaru juga menekankan perbedaan yang sangat prinsip antara Jihad (aktifitas dengan seluruh kemampuan) dengan al - Qital (bunuh, berkelahi, pertempuran), dicontohkan dalam ayat lain, yang juga diturunkan di Makkah.
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (Rabb: Pencipta, Pemilik, Pelindung dan Pemelihara) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Qs, 016:110).
Tahun 622 M, sejumlah Muslim ketika berangkat dari Makkah ke Medinah untuk ‘mengungsi’, tersusul oleh pasukan Quraisy Makkah. Mereka disiksa sangat kejam. Sehingga sebagian diantaranya terpaksa mengucapkan kata-kata “menolak Islam”, tidak berdosa karena dipaksa(Qs, 016:106) dan sebagian lagi selamat. Orang yang selamat diantaranya adalah ‘Ammar bin Yasir, karena dapat mengemukakan alasan yang mengagumkan orang-orang Quraisy. (Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari ‘Umar bin al-Hakam). Orang-orang yang hijrah ‘berjihad dan sabar’, karena awal-awal kehidupan di Medinah sangat berat. Lingkungan baru, tidak ada tempat tinggal memadai, keluarga dan mata pencarian. Makananpun sangat terbatas - maklum para ‘pengungsi’.Perhatikan juga keterangan Jihad lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan bertempur, “sesungguhnya Jihad adalah untuk dirinya sendiri (Qs, 29:06) dan orang-orang yang berjihad (mencari ridha Allah) akan ditunjukkan jalannya yang baik (Qs, 29:96). Kisah ini berhubungan dengan sejumlah orang Quraisy yang baru masuk Islam, belakangan hijrah ke Medinah, mengalami ujian berat karena harus melalui cegatan-cegatan kaum Quraisy, diburu, disiksa dan dihina, sekitar tahun 622 M (Ibnu Hatim dari Qatadah).
Kita tahu benar sekarang bahwa ayat-ayat tentang Jihad sudah turun di Makkah, di masa-masa sulit, penuh cobaan, teraniaya dan tidak ada hubungannya dengan bertempur. Karena pertempuran dan peperangan terjadi di Medinah, sejak tahun 624 M, dimulai dengan Perang di sumur Badar. Oleh karena itu Qardhawi dengan sangat tegas mengatakan, bahwa Jihad berbeda dengan Qital (bertempur). Baik dari segi bahasa maupun syariat. Keduanya berlainan makna, hukumnyapun berlainan. Jihad dalam realisasinya lebih luas , ‘membela diri serta bertempur’ merupakan salah satu bagian didalamnya.Saya sepakat dengan pendapat Qrdhawi, bahwa perbedaan ini disebabkan adanya situasi yang berbeda, situasi di Makkah dan situasi di Medinah. Al Qur’an menjelaskan kedua-duanya. Tetapi sebagian Muslim hanya memperhatikan situasi Nabi ketika di Medinah, sejak tahun 624 M, yang direkam di berbagai hadist. Patut diperhatikan pula , sejumlah ayat Jihad selalu berpasangan dengan sabar, atau bahkan dengan al-Qital dengan sabar. Artinya, memang diperlukan ‘pengendalian diri’ untuk menghadapi cobaan dan berbagai kesulitan, termasuk ketika bertempur. Sehingga bisa dicapai keadaan yang lebih mudah, sebagai tujuan akhir Jihad – mengatasi kesulitan, dengan ridha Tuhan.
Mayoritas Ulama membagi Jihad dalam berbagai macam variasinya, hingga belasan klasifikasi. Semuanya bermakna mengerahkan segenap kemampuan (fisik maupun akal dan pikiran termasuk materi) agar supaya mampu keluar dari kesulitan dan cobaan. Diantaranya adalah berjihad ‘melawan bisikan-bisikan Setan didalam kalbu’, yang selalu mendorong manusia untuk berbuat keburukan. Setan adalah ras al Jinn (makhluk tersembunyi) yang memiliki sifat pemarah, pamer, pendendam, iri hati, dengki, hasud, menghalalkan segala cara dan tidak pernah mau kalah. Jika golongan manusia terperangkap dalam bujukannya, maka orang tersebut akan memiliki sifat-sifat buruk seperti Setan. Bagaimanapun juga musuh yang nyata umat manusia, bukan siapa-siapa menurut Kitab Mulia – tetapi Setan dan Iblis (Qs, 002:168) (Qs, 07:16-17). Serupa dengan melawan bisikan Setan, Jihad yang lain adalah jihad melawan diri sendiri, artinya menaklukkan dan mengendalikan diri sendiri (nafs).
Kitab Mulia menyebut Jihad Besar (jihaadan kabiiraa), ketika seseorang berdakwah – baik lisan maupun dengan perbuatan yang bajik – dengan al Qur’an, dalam situasi sulit penuh cobaan. Inilah Jihad Besar (Qs, 25:52). Qardhawi maupun Ulama Malaysia Hafiz Abdullah mengamini, dan menambahkan bahwa Jihad juga termasuk dakwah dalam berbagai media (satelit, elektronik, cetak, net) baik lisan maupun bentuk tulisan, dengan tujuan baik, memotivasi masyarakat agar lebih baik sehingga membawa rahmat bagi lingkungan sekitar.
Kripto Surat Yang Memuat Kata Jihad Dalam Berbagai Bentuknya.
Ini tidak lazim bagi pembaca, yang biasa hanya memahami seputar makna Jihad saja – tetapi Kitab Mulia memang unik – ia juga memilki bahasa angka-angka atau bilangan.
Dalam Kitab Mulia, ada pola-pola khusus, dimana kata-kata yang berulang memiliki kode tersendiri, termasuk susunan surat atau judul surat. Kata Jihad dalam beberbagai bentuknya terdapat dalam 12 surat, ia memiliki kode dengan bilangan prima 7.
Surat tersebut, dengan nomornya: Al Baqarah/Sapi Betina (2), Ali ‘Imran/Keluarga Imran (3), An Nisaa’/Wanita (4), Al Maa-idah/Hidangan Diatas Meja (5), Al Anfaal/Rampasan Perang (8), At Taubah/Pengampunan (9), An Nahl/Lebah Madu (16), Al Haji/Haji (22), Al ‘Ankabuut/Laba-laba (29), Luqman/Yang Bijak (31), Al Mumtahannah/Wanita Yang Diuji (60) dan Ash Shaff/Barisan (61).
Perhatikan jumlah digit nomor suratnya: 2+3+4+5+8+9+1+6+2+2+2+9+3+1+6+0+6+1= 70 atau 7 x 10.
Artinya penempatan surat yang mencantumkan kata Jihad dengan berbagai variasinya, tidak sembarangan, ia tersusun sedemikian rupa hingga jumlah digit nomor suratnya membentuk kripto dengan kode bilangan prima 7.
Jihad Besar dicantumkan dalam surat 25 dan ayat 52, juga memiliki kode bilangan 7.
Penempatannya sangat khusus, perhatikan angka 25 dan 52, jumlah digitnya juga 7. Makin yakin, karena surah al Furqan/Pembeda ini memiliki 77 ayat, digit 7 ganda, atau 7x11.
Dengan demikian, posisi surat, nomor ayat dan jumlah ayatnyapun – membentuk kode 7- karena jumlah digitnya semua adalah 2+5+5+2+7+7=28, atau 7x4.
Tetapi, yang paling istimewa, diluar imajinasi manusia. Penempatan ayat JIHAD BESAR, tepat berada pada ayat ke-2907, merupakan bilangan kelipatan 19. Karena, 2907 adalah 19x153!Angka 2907, mudah dihitung dimulai dari Surah Al Fatihah/Pembuka 7 ayat, Al Baqarah/Sapi Betina 286 ayat, Ali 'Imran 200 ayat, dan seterusnya ......hingga surah Al Furqan/Pembeda ayat ke-52, kemudian dijumlahkan.
Sebagaimana kita ketahui 19 adalah kode utama Kitab Mulia, bilangan prima juga.
Sekarang kita lihat posisi ayat ke-2907 terhadap jumlah keseluruhan ayat 6236.
Perhatikan: 2 9 0 7 6 2 3 6 adalah bilangan kelipatan 7, karena bilangan 29076236 adalah 7 x 4153748. Jumlah digitnyapun, merupakan bilangan kelipatan 7 juga, 2+9+0+7+6+2+3+6 = 35, atau 7x5.
Jika pembaca masih meragukannya, mari kita lihat bilangan 29076236, dibaca dari kanan ke kiri. Kita akan mendapatkan angka 63267092, bilangan kelipatan 7 juga, yaitu 7x9038156.
Ayat JIHAD BESAR, sangat unik, diteguhkan dengan bahasa kripto, memiliki kode angka 7 dan 19 sekaligus - Yaitu, Jihad dengan cara berdakwah, lisan, tulisan dan perbuatan-perbuatan bajik. Meluruskan berbagai hal dan mendorong manusia untuk berkontribusi memberikan rahmat bagi lingkungannya.
Minggu, 22 Agustus 201012 Ramadhan, 1431 H.
Klasifikasi: Sedang.
Minggu lalu, tidak sengaja, saya masuk kesebuah forum virtual dimana pembaca Indonesia dan mungkin juga Malaysia – kebanyakkan pemuda - mendiskusikan artikel yang berjudul “Jihad Adalah Perang!!”, dengan dua tanda seru!!. Disana saya baru menyadari - beragamnya interpretasi Muslim sendiri dalam memaknai Jihad - telah terjadi sejak abad Pertengahan, ribuan tahun yang lalu.
Masuk millennium baru, kata Jihad adalah topik yang paling sering diberitakan, didiskusikan diberbagai forum, media elektronik, cetak, maupun dunia maya. Sangat beragam para ahli agama, para analis politik global, dunia pendidikan, tokoh masyarakat, dunia intelijen dan media ketika menanggapinya. Tetapi yang paling dominan adalah media Internasional yang menyebut Jihad umumnya sebagai “The Holy War”, demikian juga pada literatur teknik “Perang Suci” disamakan dengan kata Jihad ( Rudolph Peters, Jihad in Medieval and Modern Islam).Bisa dipahami interpretasi tersebut, karena sebagian Muslim memang mempromosikan kata Jihad sebagai kegiatan berkelahi, bertempur dan membunuh (al qital), dimulai sejak abad pertengahan (Medieval).
Kali ini 'Note' saya agak panjang, dan sebagaimana biasanya, selalu dilengkapi dengan kripto, bahasa matematis. Karena memang demikian adanya.
Mari kita lihat prinsip-prinsip dasar yang tercantum pada Kitab Mulia, sebab makna Jihad lebih luas – mencakup semua aspek kehidupan dari hal yang tampak sederhana hingga ke sesuatu yang besar, dan bukan sekedar bertempur, berkelahi atau membunuh. Jihad adalah prinsip dasar dari aktivitas yang menuntut semua kemampuan seseorang untuk menyelesaikan kesulitannya atau mencapai tujuannya, berkesinambungan, dan ia merupakan ‘tool’ dengan berbagai perangkat instrumennya yang dapat dipilih. Jihad adalah kata netral, dari segi bahasa ia juga bisa berarti buruk, bergantung pada perbuatan dan tujuannya.
Dr. Yusuf Qardhawi, yang disebut sebagai Presiden Ulama Dunia di Qatar - untuk menjelaskan konsep dan aspek Jihad memerlukan lebih dari 1200 halaman dalam bukunya, “ Fikih Jihad”. Karya yang mendapat sambutan positif baik di Timur Tengah maupun di Barat (Republika, April 2010). Salah seorang putrinya, lulusan doktor Fisika Nuklir Inggris, termasuk pengagumnya.
Bagaimanapun juga, Muslim di dunia termasuk di Indonesia, faktanya memang terbelah tiga dalam memahami kata Jihad ini : 1. Kelompok Muslim yang meyakini bahwa Jihad adalah bertempur atau perang. 2. Kelompok Muslim yang memaknai Jihad secara lebih luas. Jihad bukan perang, tetapi perang adalah salah satu bagian yang ada dalam pengertian Jihad. 3. Muslim yang tidak tahu atau tidak mengerti apa-apa. Kelompok ini adalah kelompok terbesar.
Kita tidak akan membahas global politik yang ikut mempengaruhinya, tetapi semata-mata – sebagaimana adanya yang diterangkan oleh Kitab Mulia dilengkapi dengan latar belakang sejarah sebagai lingkungan strategis, sehingga membantu dalam membuat kesimpulan, bagi siapa saja yang berminat. (LEMHANAS menyebutnya Lingstra).
Dalam Kitab Mulia kata Jihad tercantum dalam 12 surat, dan disebut 41 kali dalam berbagai bentuknya (Indeks Al Qur’an, Mizan). Tersebar dalam berbagai situasi dan kondisi ketika Nabi berdakwah, baik di Makkah maupun di Medinah. Mulai dari Jihad yang bermakna buruk dan Jihad yang bermakna baik, termasuk Jihad bukan perang, Jihad yang berkaitan dengan situasi mempertahankan diri dengan kekuatan militer dan Jihad bagi diri sendiri yang di maknai melawan “bisikan dan rayuan Setan didalam kalbu” karena “ Setan adalah musuh yang nyata” (Qs, 002:168) – yang selalu ‘menyerang ‘ dari berbagai arah, dengan berbagai cara - termasuk cara halus dan membujuk. Sangat lihai!!
Ibnu Faris yang dikenal sebagai ahli linguistik Arab klasik (w. 1027 M) menjelaskan: “Semua kata yang terdiri dari abjad j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran”. Lebih jauh, kata Jihad berawal dari kata ‘Jahd’ yang berarti ‘kemampuan’ atau 'upaya sungguh-sungguh'. Ini karena kata Jihad menuntut pengerahan kemampuan seseorang secara optimal. Kata Jihad juga bukan berarti perang, dan Jihad Besar (jihaadan kabiiraa), dijelaskan Kitab Mulia ketika berada di Makkah tahun 614-615 M, sewaktu Nabi memperkenalkan agama Islam kepada kaum Quraisy penyembah berhala dan diperlakukan sangat buruk oleh mereka. Inilah ayat pertama tentang Jihad berdasarkan urutan turunnya wahyu, dimana oleh kebanyakan pembaca Muslim jarang diperhatikan.
“Maka janganlah kamu taati orang-orang penyembah berhala yang menolak risalah Illahi (kafir), dan ber-Jihadlah melawan mereka (menggunakan Al Qur’an) dengan Jihad yang Besar” (Qs, 25:52).
Dalam Kitab Mulia, ayat diatas adalah kata Jihad pertama kali yang diperkenalkan kepada Muslim di Makkah. Ada sejumlah situasi yang kita dapati dalam ayat diatas untuk dasar berpikir:
1. Ketika Nabi memperkenalkan risalah Illahi kepada bangsanya. Nabi, sahabat dan para pengikutnya bukan saja ditolak tetapi dihina, dicemoohkan, diintimidasi, dianiaya, dan tidak mendapatkan hak dasar- bebas untuk beribadah sesuai agamanya. Bahkan Nabi disebut sebagai tukang tenung, dan gila. Muslim dalam posisi yang sangat lemah, nyaris tidak berdaya. Berat sekali ujiannya!! Sebagian Muslim diperintahkan Nabi untuk berhijrah (mengungsi) ke Negara Kristen Habasyi/Abesinia (sekarang Etiopia) yang dipimpin oleh Raja yang adil, Negus (al- Najasi). Akumulasi dikemudian hari, perlakuan buruk orang Quraisy menjurus kepada rencana pembunuhan Nabi.2. Jihad disini adalah nyata, Jihad yang Besar (jihaadan kabiira), dan bukan berperang – tetapi dengan dakwah berdasarkan isi al Qur’an.3. Perintah untuk tidak mentaati kaum Quraisy, dan berusaha sekuat tenaga – segenap kemampuan - untuk tetap berdakwah dengan al Qur’an baik lisan maupun perbuatan. Satu-satunya ayat dengan kata Jihad Besar, dari 6236 ayat yang ada.4. Ini adalah kata Jihad pertama yang diperkenalkan kepada Muslim, tahun 614 M di Makkah, empat tahun sejak Muhammad saw di angkat Nabi serta berdakwah menjalankan misinya. Tidak ada hubungannya dengan bertempur.
Sampai sini barangkali sudah mulai terlihat garis besarnya, terutama dengan pengertian dasar kata Jihad Besar.
Kata Jihad yang berdiri sendiri tidak selalu berarti baik, bahkan bisa sebaliknya – sangat buruk. Perhatikan ayat dibawah ini, ketika orang tua penyembah berhala ‘berjihad’ (dengan segenap kemampuan dan cara) agar anak-anaknya mempersekutukan Tuhan, dengan tuhan-tuhan yang lain, pengetahuan yang tidak pernah ada dasarnya dalam agama.
“ Dan jika keduanya (orang tuamu) berjihad (jaahadaa) supaya menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan engkau patuhi mereka dan perlakukanlah mereka dengan baik di dunia…..” (Qs, 31:15).
Penjelasan diatas:1. Situasi di Makkah tahun 614 – 615 M. Perintah Allah kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu-bapaknya (Qs, 31:14). Bahkan tetap harus memperlakukan mereka dengan baik, walaupun kedua orang tua, memaksa dengan segala kemampuan (jahadaa), supaya anak-anaknya mengikuti agama tradisi mereka, menyembah berhala dan menolak risalah yang dibawa Nabi (kafir).2. Jihad disini berarti aktifitas dengan cara mengerahkan segala kemampuan untuk hal yang buruk. Dari contoh kedua ayat diatas, sudah dapat dipahami bahwa Jihad berhubungan dengan ‘kemampuan’ dan ‘kualitas’ seseorang, juga sekaligus berupa ‘cobaan’. Cara yang dipilih untuk berjihad, akan menentukan apakah aktifitas tersebut baik atau buruk. Oleh karena itu, dapat dipahami, berbagai ayat dalam Kitab Mulia selalu mengingatkan pembacanya untuk ‘Jihad dijalan Tuhan’ , bukan yang lain – misalnya memperkaya diri sendiri dengan korupsi – jika dilakukan dengan mengerahkan segenap kemampuan, dari sisi bahasa disebut Jihad juga, tetapi sesuatu yang buruk.
Pengertian dalam ayat diatas sangat penting, agar pembaca mendapat gambaran yang utuh dan sistematis.
Makna Jihad juga berkaitan dengan ujian dan cobaan, wajar saja, karena Jihad dalam sejumlah ayat memang ujian bagi kualitas seseorang. Lihat dibawah ini:
“Apakah kamu menduga akan dapat masuk Surga padahal belum nyata berjihad (jahaaduu) diantara orang lainnya dan orang-orang yang sabar” (Qs, 003:142).
Bulan Maret tahun 625 M di Medinah, didapat informasi rencana serangan pasukan perang Quraisy penyembah berhala dari Makkah dalam jumlah yang sangat besar, membuat sebagian Muslim gentar mendengarnya karena kekuatan musuh yang menyerbu berlipat jauh diatas pasukan perang Muslim. Nabi menyerukan semua Muslim yang mampu bertempur, untuk membendung serangan tersebut di atas Bukit Uhud, diluar dekat kota Medinah, dilindungi pasukan panah. Seruan tersebut ditanggapi Muslim beragam, ada yang, (1) Mengikuti perintah Nabi, (2) Golongan Munafik yang berpura-pura ikut serta , dan (3) Kelompok yang ingin tetap di Medinah dengan berbagai alasan.Makna Jihad disini, yang diamini oleh Dr Quraish Shihab (Wawasan Al Qur’an – Mizan) temanya adalah ‘cobaan’ bagi kualitas seseorang Muslim, ketika dihadapkan pada situasi yang sangat sulit – harus mempertahankan kedaulatannya, agamanya dan masyarakatnya. Diketahui jumlah musuh berlipat kali lebih banyak, apapun risikonya. Nyatanya, sebagian Muslim tidak berupaya sungguh-sungguh dengan segenap kemampuan akal,fikiran dan imannya ketika dihadapkan pada situasi yang sulit – dan cenderung lari dari tanggung jawab sebagai anggauta komunitas. Ini yang dimaksud dengan ayat diatas.
Ketika operasi lapangan untuk menghadapi kesulitan sudah dipilih dan diperintahkan bertempur, mempertahankan segala hak-haknya yang telah diambil, maka Kitab Mulia tidak menggunakan kata Jihad, tetapi dengan ‘ al qital’ (berkelahi, bertempur, atau membunuh) dalam bahasa Arab atau ‘battle’, dan kadang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘combat’.Contoh penggunaan kata al qital, misalnya ketika menghadapi pertempuran di Sumur Badar, tepi Laut, tahun 624 M, dengan pasukan lawan berlipat lebih banyak, maka redaksinya berbeda. Lemah lembut, mesra dan membujuk.
“Hai, Nabi kobarkanlah semangat kaum yang beriman (Mu’min) untuk bertempur (qitaali). Jika ada diantara kamu dua puluh orang yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…..” (Qs, 08:65).
Satu banding sepuluh. Sesuatu yang dianggap mustahil oeh pasukan Muslim, maka turunlah ayat berikutnya, “Kalau diantara kamu seratus orang saja yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…..” (Qs, 08:66). Kata ‘sabar’ disini berarti dapat mengendalikan diri untuk tidak berbuat hal-hal yang dapat merusak tujuan yang baik. Disiplin, berilmu, semangat dan tahu benar apa misinya.
Pertempuran atau perang adalah pilihan terakhir, jika perdamaian masih dapat diupayakan, maka damai adalah prioritas. Nabi telah meletakkan senjata, dan tetap berusaha mengajak damai ketika berhadapan dengan salah satu suku Yahudi, Bani Quraizah di Medinah tahun 627 M (Abu Syaikh bersumber dari Ibnu Syihab). Peristiwa tersebut, lebih jelas, direkam dalam ayat berikut.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah……” (Qs, 08:61).
Tetapi akhirnya, dalam sejarah Islam diketahui Bani Quraizah berhianat, mengingkari perjanjian damai, dan bersekutu dengan suku Quraisy Makkah untuk menyingkirkan Nabi baik diam-diam maupun terang-terangan.
Izin bertempur (qital) selalu ada alasan kuat yang mendasarinya, karena diperangi, dianiaya dan diusir dari kampung halamannya (Qs, 22: 39-40). Bertempur dimungkinkan untuk dipilih jika, (1)Mempertahan diri (Qs, 002:190), (2)Membalas serangan musuh (Qs, 22:39), (3)Menentang penindasan (Qs, 04:75), (4)Mempertahankan hak beragama (002:191), (5)Menghilangkan peperangan (002:193), dan (6)Menegakkan kebenaran (Qs, 09:12).
Bertempur orang per orang atau ‘combat’ , atau bertempur kelompok atau ‘battle’, redaksinya selalu menggunakan kata ‘qital’, tidak dengan kata Jihad. Jihad juga meliputi derma harta benda untuk kepentingan umum (Qs, 04:96). Karena pada akhirnya, Jihad secara bahasa bisa buruk dan bisa baik, berhubungan dengan kualitas seseorang. Serta bergantung pada niat, tujuan dan dan cara yang akan dipilih.
Qardhawi dalam bukunya yang terbaru juga menekankan perbedaan yang sangat prinsip antara Jihad (aktifitas dengan seluruh kemampuan) dengan al - Qital (bunuh, berkelahi, pertempuran), dicontohkan dalam ayat lain, yang juga diturunkan di Makkah.
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (Rabb: Pencipta, Pemilik, Pelindung dan Pemelihara) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Qs, 016:110).
Tahun 622 M, sejumlah Muslim ketika berangkat dari Makkah ke Medinah untuk ‘mengungsi’, tersusul oleh pasukan Quraisy Makkah. Mereka disiksa sangat kejam. Sehingga sebagian diantaranya terpaksa mengucapkan kata-kata “menolak Islam”, tidak berdosa karena dipaksa(Qs, 016:106) dan sebagian lagi selamat. Orang yang selamat diantaranya adalah ‘Ammar bin Yasir, karena dapat mengemukakan alasan yang mengagumkan orang-orang Quraisy. (Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari ‘Umar bin al-Hakam). Orang-orang yang hijrah ‘berjihad dan sabar’, karena awal-awal kehidupan di Medinah sangat berat. Lingkungan baru, tidak ada tempat tinggal memadai, keluarga dan mata pencarian. Makananpun sangat terbatas - maklum para ‘pengungsi’.Perhatikan juga keterangan Jihad lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan bertempur, “sesungguhnya Jihad adalah untuk dirinya sendiri (Qs, 29:06) dan orang-orang yang berjihad (mencari ridha Allah) akan ditunjukkan jalannya yang baik (Qs, 29:96). Kisah ini berhubungan dengan sejumlah orang Quraisy yang baru masuk Islam, belakangan hijrah ke Medinah, mengalami ujian berat karena harus melalui cegatan-cegatan kaum Quraisy, diburu, disiksa dan dihina, sekitar tahun 622 M (Ibnu Hatim dari Qatadah).
Kita tahu benar sekarang bahwa ayat-ayat tentang Jihad sudah turun di Makkah, di masa-masa sulit, penuh cobaan, teraniaya dan tidak ada hubungannya dengan bertempur. Karena pertempuran dan peperangan terjadi di Medinah, sejak tahun 624 M, dimulai dengan Perang di sumur Badar. Oleh karena itu Qardhawi dengan sangat tegas mengatakan, bahwa Jihad berbeda dengan Qital (bertempur). Baik dari segi bahasa maupun syariat. Keduanya berlainan makna, hukumnyapun berlainan. Jihad dalam realisasinya lebih luas , ‘membela diri serta bertempur’ merupakan salah satu bagian didalamnya.Saya sepakat dengan pendapat Qrdhawi, bahwa perbedaan ini disebabkan adanya situasi yang berbeda, situasi di Makkah dan situasi di Medinah. Al Qur’an menjelaskan kedua-duanya. Tetapi sebagian Muslim hanya memperhatikan situasi Nabi ketika di Medinah, sejak tahun 624 M, yang direkam di berbagai hadist. Patut diperhatikan pula , sejumlah ayat Jihad selalu berpasangan dengan sabar, atau bahkan dengan al-Qital dengan sabar. Artinya, memang diperlukan ‘pengendalian diri’ untuk menghadapi cobaan dan berbagai kesulitan, termasuk ketika bertempur. Sehingga bisa dicapai keadaan yang lebih mudah, sebagai tujuan akhir Jihad – mengatasi kesulitan, dengan ridha Tuhan.
Mayoritas Ulama membagi Jihad dalam berbagai macam variasinya, hingga belasan klasifikasi. Semuanya bermakna mengerahkan segenap kemampuan (fisik maupun akal dan pikiran termasuk materi) agar supaya mampu keluar dari kesulitan dan cobaan. Diantaranya adalah berjihad ‘melawan bisikan-bisikan Setan didalam kalbu’, yang selalu mendorong manusia untuk berbuat keburukan. Setan adalah ras al Jinn (makhluk tersembunyi) yang memiliki sifat pemarah, pamer, pendendam, iri hati, dengki, hasud, menghalalkan segala cara dan tidak pernah mau kalah. Jika golongan manusia terperangkap dalam bujukannya, maka orang tersebut akan memiliki sifat-sifat buruk seperti Setan. Bagaimanapun juga musuh yang nyata umat manusia, bukan siapa-siapa menurut Kitab Mulia – tetapi Setan dan Iblis (Qs, 002:168) (Qs, 07:16-17). Serupa dengan melawan bisikan Setan, Jihad yang lain adalah jihad melawan diri sendiri, artinya menaklukkan dan mengendalikan diri sendiri (nafs).
Kitab Mulia menyebut Jihad Besar (jihaadan kabiiraa), ketika seseorang berdakwah – baik lisan maupun dengan perbuatan yang bajik – dengan al Qur’an, dalam situasi sulit penuh cobaan. Inilah Jihad Besar (Qs, 25:52). Qardhawi maupun Ulama Malaysia Hafiz Abdullah mengamini, dan menambahkan bahwa Jihad juga termasuk dakwah dalam berbagai media (satelit, elektronik, cetak, net) baik lisan maupun bentuk tulisan, dengan tujuan baik, memotivasi masyarakat agar lebih baik sehingga membawa rahmat bagi lingkungan sekitar.
Kripto Surat Yang Memuat Kata Jihad Dalam Berbagai Bentuknya.
Ini tidak lazim bagi pembaca, yang biasa hanya memahami seputar makna Jihad saja – tetapi Kitab Mulia memang unik – ia juga memilki bahasa angka-angka atau bilangan.
Dalam Kitab Mulia, ada pola-pola khusus, dimana kata-kata yang berulang memiliki kode tersendiri, termasuk susunan surat atau judul surat. Kata Jihad dalam beberbagai bentuknya terdapat dalam 12 surat, ia memiliki kode dengan bilangan prima 7.
Surat tersebut, dengan nomornya: Al Baqarah/Sapi Betina (2), Ali ‘Imran/Keluarga Imran (3), An Nisaa’/Wanita (4), Al Maa-idah/Hidangan Diatas Meja (5), Al Anfaal/Rampasan Perang (8), At Taubah/Pengampunan (9), An Nahl/Lebah Madu (16), Al Haji/Haji (22), Al ‘Ankabuut/Laba-laba (29), Luqman/Yang Bijak (31), Al Mumtahannah/Wanita Yang Diuji (60) dan Ash Shaff/Barisan (61).
Perhatikan jumlah digit nomor suratnya: 2+3+4+5+8+9+1+6+2+2+2+9+3+1+6+0+6+1= 70 atau 7 x 10.
Artinya penempatan surat yang mencantumkan kata Jihad dengan berbagai variasinya, tidak sembarangan, ia tersusun sedemikian rupa hingga jumlah digit nomor suratnya membentuk kripto dengan kode bilangan prima 7.
Jihad Besar dicantumkan dalam surat 25 dan ayat 52, juga memiliki kode bilangan 7.
Penempatannya sangat khusus, perhatikan angka 25 dan 52, jumlah digitnya juga 7. Makin yakin, karena surah al Furqan/Pembeda ini memiliki 77 ayat, digit 7 ganda, atau 7x11.
Dengan demikian, posisi surat, nomor ayat dan jumlah ayatnyapun – membentuk kode 7- karena jumlah digitnya semua adalah 2+5+5+2+7+7=28, atau 7x4.
Tetapi, yang paling istimewa, diluar imajinasi manusia. Penempatan ayat JIHAD BESAR, tepat berada pada ayat ke-2907, merupakan bilangan kelipatan 19. Karena, 2907 adalah 19x153!Angka 2907, mudah dihitung dimulai dari Surah Al Fatihah/Pembuka 7 ayat, Al Baqarah/Sapi Betina 286 ayat, Ali 'Imran 200 ayat, dan seterusnya ......hingga surah Al Furqan/Pembeda ayat ke-52, kemudian dijumlahkan.
Sebagaimana kita ketahui 19 adalah kode utama Kitab Mulia, bilangan prima juga.
Sekarang kita lihat posisi ayat ke-2907 terhadap jumlah keseluruhan ayat 6236.
Perhatikan: 2 9 0 7 6 2 3 6 adalah bilangan kelipatan 7, karena bilangan 29076236 adalah 7 x 4153748. Jumlah digitnyapun, merupakan bilangan kelipatan 7 juga, 2+9+0+7+6+2+3+6 = 35, atau 7x5.
Jika pembaca masih meragukannya, mari kita lihat bilangan 29076236, dibaca dari kanan ke kiri. Kita akan mendapatkan angka 63267092, bilangan kelipatan 7 juga, yaitu 7x9038156.
Ayat JIHAD BESAR, sangat unik, diteguhkan dengan bahasa kripto, memiliki kode angka 7 dan 19 sekaligus - Yaitu, Jihad dengan cara berdakwah, lisan, tulisan dan perbuatan-perbuatan bajik. Meluruskan berbagai hal dan mendorong manusia untuk berkontribusi memberikan rahmat bagi lingkungannya.
Fiqih Ringkas Tentang Puasa
Jumat, 06 Agustus 2010
Shaum atau puasa secara bahasa bermakna al-imsak atau menahan diri dari sesuatu seperti menahan diri dari makan atau berbicara. Makna shaum seperti ini dipakai dalam ayat ke-26 surat Maryam. “Maka makan dan minumlah kamu, wahai Maryam, dan tenangkanlah hatimu; dan jika kamu bertemu seseorang, maka katakanlah saya sedang berpuasa dan tidak mau berbicara dengan siapapun.”
Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan dari dari dua jalan syahwat, mulut dan kemaluan, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Penghulunya bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulunya hari adalah hari Jum’at.” (Thabrani)
Rasulullah saw. bersabda, ” Kalau saja manusia tahu apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, pastilah mereka berharap Ramadhan itu selama satu tahun.” (Thabrani, Ibnu Khuzaimah, dan Baihaqi)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Apabila datang bulan puasa, dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, para setan dan jin kafir akan dibelenggu. Semua pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka; dan dibuka pintu-pintu surga sehingga tidak ada satu pun yang tertutup. Lalu terdengara suara seruan, “Wahai pencari kebaikan, datanglah! Wahai pencari kejahatan, kurangkanlah. Pada malam itu ada orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Dan yang demikian itu terjadi pada setiap malam.” (Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Keutamaan Puasa Ramadhan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan penuh harap, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang shalat malam pada bulan puasa, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Bukhari dan Muslim)
Waktu Berpuasa
Ibadah puasa dimulai sejak masuknya fajar shadiq (waktu shalat Subuh) hingga terbenamnya matahari (masuk waktu shalat Maghrib). Allah menerangkan di dalam al-Qur’an dengan istilah benang putih dari benang hitam.
Doa Berbuka Puasa
Jika berbuka puasa, Rasullullah saw. membaca, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.” Artinya, ya Allah, untukmu aku berpuasa dan dengan rezeki yang engkau berikan kami berbuka. Dan Rasulullah saw. berbuka puasa dengan kurma. Jika tidak ada, cukup dengan air putih.
Sunnah-sunnah Dalam Berpuasa
Sebelum berpuasa, disunnahkan mandi besar dari junub, haidh, dan nifas. Bagi orang yang berpuasa, disunnahkan melambatkan makan sahur dan menyegerakan berbuka. Berdo’a sebelum berbuka.
Agar amalan puasa tidak rusak dan pahalanya tidak gugur, orang yang berpuasa disunnahkan menjaga anggota badan dari maksiat, meninggalkan obrolan yang tidak berguna, meninggalkan perkara syubhat dan membangkitkan syahwat.
Disunnahkan memperbanyak tilawah Al-Qur’an, memberi makan orang puasa untuk berbuka, dan memperbanyak sedekah. Di sepuluh hari terakhir, sangat dianjurkan beri’tikaf.
Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa
1. Orang yang safar (dalam perjalanan). Tapi, ada ulama yang memberi syarat. Seseorang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan menggantinya di bulan lain, jika safarnya menempuh lebih dari 89 km dan safarnya bukan untuk maksiat serta perjalanannya dimulai sebelum fajar. Namun Imam Hanbali membolehkan berbuka, walaupun safarnya dimulai pada siang hari. Alasan dibolehkannya berbuka adalah karena safar mengandung masyaqqah (kesusahan). Jika seseorang yang safar mengambil rukshah ini, ia wajib mengganti puasanya itu di hari lain sejumlah hari ia tidak berpuasa.
2. Orang yang sedang sakit. Sakit yang masuk dalam kategori ini adalah sakit yang dapat menghambat kelangsungan ibadah puasa dan berdampak pada keselamatan fisik jika dia tetap berpuasa. Untuk memutuskan dan menilainya, diperlukan pendapat dokter. Jika seseorang tidak berpuasa karena sakit, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di bulan lain ketika ia sudah sehat.
3. Wanita hamil dan ibu yang menyusui. Wanita hamil atau ibu menyusui boleh tidak berpuasa, tapi harus menggantinya di hari lain. Jika dia tidak berpuasa karena takut dengan kondisi dirinya sendiri, maka hanya wajib bayar qadha’ saja. Tapi jika dia takut akan keselamatan janin atau bayinya, maka wajib bayar qadha’ dan fidyah berupa memberi makan sekali untuk satu orang miskin. Hal ini diqiyaskan dengan orang sakit dan dengan orang tua yang uzur.
4. Orang yang lanjut usia. Orang yang sudah lanjut usia dan tidak sanggup puasa lagi tidak wajib puasa, tapi wajib bayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin sebanyak hari yang ditinggalkan.
5. Orang yang mengalami keletihan dan kehausan yang berlebihan. Jika kondisi itu dikhawatirkan mengganggu keselamatan jiwa dan akal, maka boleh berbuka dan wajib qadha’.
6. Orang yang dipaksa (ikrah) tidak berpuasa. Orang seperti ini boleh berbuka, tapi wajib mengqadha’.
Permasalahan Sekitar Puasa
1. Untuk puasa Ramadhan, wajib memasang niat berpuasa sebelum habis waktu sahur.
2. Saat berpuasa seorang suami boleh mencium isterinya, dengan syarat dapat menahan nafsu dan tidak merangsang syahwat.
3. Orang yang menunda mandi besar (janabah) setelah sahur atau setelah masuk waktu subuh, puasanya tetap sah. Begitu juga dengan orang yang berpuasa dan mendapat mimpi basah di siang hari, puasanya tetap sah.
4. Dilarang suami-istri berhubungan badan di siang hari ketika berpuasa. Hukuman bagi orang yang bersenggama di siang hari pada bulan Ramadhan adalah memerdekakan budak. Jika tidak mampu memerdekakan budak, suami-istri itu dihukum berpuasa dua bulan penuh secaara berturut-turut. Jika tidak mampu juga, mereka dihukum memberi makan 60 orang miskin sekali makan. Kalau perbuatannya berulang pada hari lain, maka hukumannya berlipat. Kecuali, pengulangannya dilakukan di hari yang sama.
5. Orang yang terlupa bahwa ia berpuasa kemudian makan dan minum, maka puasanya tetap sah. Setelah ingat, ia harus melanjutkan puasanya hingga waktu berbuka di hari itu juga.
6. Hanya muntah yang disengaja yang membatalkan puasa. Ada tiga perkara yang tidak membatalkan puasa: bekam, muntah (yang tidak disengaja), dan bermimpi (ihtilam). Sikat gigi atau membersihkan gigi dengan syiwak diperbolehkan. Hal ini biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Tapi, ada ulama yang memakruhkan menyikat gigi dengan pasta gigi setelah matahari condong ke Barat.
7. Orang yang mempunyai hutang puasa tahun sebelumnya, harus dibayar sebelum masuk Ramadhan yang akan berjalan. Jika belum juga ditunaikan, harus dibayar setelah Ramadhan yang tahun ini. Tapi, ada ulama berpendapat, selain harus diqadha’ juga diwajibkan memberi makan orang miskin.
8. Para ulama sepakat bahwa orang yang wafat dan punya utang puasa yang belum ditunaikan bukan karenakan kelalaian tapi disebabkan ada uzur syar’i seperti sakit atau musafir, tidak ada qadha yang harus ditanggung ahli warisnya. Tapi jika ada kelalaian, ada sebagian ulama mewajibkan qadha terhadap ahli warisnya dan sebagian lain mengatakan tidak.
9. Bagi mereka yang bekerja dengan fisik dan terkategori berat –seperti pekerja peleburan besi, buruh tambang, tukang sidang, atau yang lainnya– jika berpuasa menimbulkan kemudharatan terhadap jiwa mereka, boleh tidak berpuasa. Tapi, wajib mengqadha’. Jumhur ulama mensyaratkan orang-orang yang seperti ini wajib baginya untuk sahur dan berniat puasa, lalu berpuasa di hari itu. Kalau tidak sanggup, baru boleh berbuka. Berbuka menjadi wajib, kalau yakin kondisi ketidak sanggupan itu akan menimbulkan kemudharatan.
Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan dari dari dua jalan syahwat, mulut dan kemaluan, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Penghulunya bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulunya hari adalah hari Jum’at.” (Thabrani)
Rasulullah saw. bersabda, ” Kalau saja manusia tahu apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, pastilah mereka berharap Ramadhan itu selama satu tahun.” (Thabrani, Ibnu Khuzaimah, dan Baihaqi)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Apabila datang bulan puasa, dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, para setan dan jin kafir akan dibelenggu. Semua pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka; dan dibuka pintu-pintu surga sehingga tidak ada satu pun yang tertutup. Lalu terdengara suara seruan, “Wahai pencari kebaikan, datanglah! Wahai pencari kejahatan, kurangkanlah. Pada malam itu ada orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Dan yang demikian itu terjadi pada setiap malam.” (Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Keutamaan Puasa Ramadhan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan penuh harap, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang shalat malam pada bulan puasa, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Bukhari dan Muslim)
Waktu Berpuasa
Ibadah puasa dimulai sejak masuknya fajar shadiq (waktu shalat Subuh) hingga terbenamnya matahari (masuk waktu shalat Maghrib). Allah menerangkan di dalam al-Qur’an dengan istilah benang putih dari benang hitam.
Doa Berbuka Puasa
Jika berbuka puasa, Rasullullah saw. membaca, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.” Artinya, ya Allah, untukmu aku berpuasa dan dengan rezeki yang engkau berikan kami berbuka. Dan Rasulullah saw. berbuka puasa dengan kurma. Jika tidak ada, cukup dengan air putih.
Sunnah-sunnah Dalam Berpuasa
Sebelum berpuasa, disunnahkan mandi besar dari junub, haidh, dan nifas. Bagi orang yang berpuasa, disunnahkan melambatkan makan sahur dan menyegerakan berbuka. Berdo’a sebelum berbuka.
Agar amalan puasa tidak rusak dan pahalanya tidak gugur, orang yang berpuasa disunnahkan menjaga anggota badan dari maksiat, meninggalkan obrolan yang tidak berguna, meninggalkan perkara syubhat dan membangkitkan syahwat.
Disunnahkan memperbanyak tilawah Al-Qur’an, memberi makan orang puasa untuk berbuka, dan memperbanyak sedekah. Di sepuluh hari terakhir, sangat dianjurkan beri’tikaf.
Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa
1. Orang yang safar (dalam perjalanan). Tapi, ada ulama yang memberi syarat. Seseorang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan menggantinya di bulan lain, jika safarnya menempuh lebih dari 89 km dan safarnya bukan untuk maksiat serta perjalanannya dimulai sebelum fajar. Namun Imam Hanbali membolehkan berbuka, walaupun safarnya dimulai pada siang hari. Alasan dibolehkannya berbuka adalah karena safar mengandung masyaqqah (kesusahan). Jika seseorang yang safar mengambil rukshah ini, ia wajib mengganti puasanya itu di hari lain sejumlah hari ia tidak berpuasa.
2. Orang yang sedang sakit. Sakit yang masuk dalam kategori ini adalah sakit yang dapat menghambat kelangsungan ibadah puasa dan berdampak pada keselamatan fisik jika dia tetap berpuasa. Untuk memutuskan dan menilainya, diperlukan pendapat dokter. Jika seseorang tidak berpuasa karena sakit, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di bulan lain ketika ia sudah sehat.
3. Wanita hamil dan ibu yang menyusui. Wanita hamil atau ibu menyusui boleh tidak berpuasa, tapi harus menggantinya di hari lain. Jika dia tidak berpuasa karena takut dengan kondisi dirinya sendiri, maka hanya wajib bayar qadha’ saja. Tapi jika dia takut akan keselamatan janin atau bayinya, maka wajib bayar qadha’ dan fidyah berupa memberi makan sekali untuk satu orang miskin. Hal ini diqiyaskan dengan orang sakit dan dengan orang tua yang uzur.
4. Orang yang lanjut usia. Orang yang sudah lanjut usia dan tidak sanggup puasa lagi tidak wajib puasa, tapi wajib bayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin sebanyak hari yang ditinggalkan.
5. Orang yang mengalami keletihan dan kehausan yang berlebihan. Jika kondisi itu dikhawatirkan mengganggu keselamatan jiwa dan akal, maka boleh berbuka dan wajib qadha’.
6. Orang yang dipaksa (ikrah) tidak berpuasa. Orang seperti ini boleh berbuka, tapi wajib mengqadha’.
Permasalahan Sekitar Puasa
1. Untuk puasa Ramadhan, wajib memasang niat berpuasa sebelum habis waktu sahur.
2. Saat berpuasa seorang suami boleh mencium isterinya, dengan syarat dapat menahan nafsu dan tidak merangsang syahwat.
3. Orang yang menunda mandi besar (janabah) setelah sahur atau setelah masuk waktu subuh, puasanya tetap sah. Begitu juga dengan orang yang berpuasa dan mendapat mimpi basah di siang hari, puasanya tetap sah.
4. Dilarang suami-istri berhubungan badan di siang hari ketika berpuasa. Hukuman bagi orang yang bersenggama di siang hari pada bulan Ramadhan adalah memerdekakan budak. Jika tidak mampu memerdekakan budak, suami-istri itu dihukum berpuasa dua bulan penuh secaara berturut-turut. Jika tidak mampu juga, mereka dihukum memberi makan 60 orang miskin sekali makan. Kalau perbuatannya berulang pada hari lain, maka hukumannya berlipat. Kecuali, pengulangannya dilakukan di hari yang sama.
5. Orang yang terlupa bahwa ia berpuasa kemudian makan dan minum, maka puasanya tetap sah. Setelah ingat, ia harus melanjutkan puasanya hingga waktu berbuka di hari itu juga.
6. Hanya muntah yang disengaja yang membatalkan puasa. Ada tiga perkara yang tidak membatalkan puasa: bekam, muntah (yang tidak disengaja), dan bermimpi (ihtilam). Sikat gigi atau membersihkan gigi dengan syiwak diperbolehkan. Hal ini biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Tapi, ada ulama yang memakruhkan menyikat gigi dengan pasta gigi setelah matahari condong ke Barat.
7. Orang yang mempunyai hutang puasa tahun sebelumnya, harus dibayar sebelum masuk Ramadhan yang akan berjalan. Jika belum juga ditunaikan, harus dibayar setelah Ramadhan yang tahun ini. Tapi, ada ulama berpendapat, selain harus diqadha’ juga diwajibkan memberi makan orang miskin.
8. Para ulama sepakat bahwa orang yang wafat dan punya utang puasa yang belum ditunaikan bukan karenakan kelalaian tapi disebabkan ada uzur syar’i seperti sakit atau musafir, tidak ada qadha yang harus ditanggung ahli warisnya. Tapi jika ada kelalaian, ada sebagian ulama mewajibkan qadha terhadap ahli warisnya dan sebagian lain mengatakan tidak.
9. Bagi mereka yang bekerja dengan fisik dan terkategori berat –seperti pekerja peleburan besi, buruh tambang, tukang sidang, atau yang lainnya– jika berpuasa menimbulkan kemudharatan terhadap jiwa mereka, boleh tidak berpuasa. Tapi, wajib mengqadha’. Jumhur ulama mensyaratkan orang-orang yang seperti ini wajib baginya untuk sahur dan berniat puasa, lalu berpuasa di hari itu. Kalau tidak sanggup, baru boleh berbuka. Berbuka menjadi wajib, kalau yakin kondisi ketidak sanggupan itu akan menimbulkan kemudharatan.
Apakah Tuhan Itu Ada ?
Senin, 24 Mei 2010
Alkisah, ada seorang Ulama' yang berteman seorang Atheis. Keduanya berteman sudah cukup lama dan sangat akrab, meski dalam setiap keduanya bertemu hampir bisa dipastikan terjadi polemik antara mereka. Apa gerangan yang mereka perdebatkan ? Ternyata keduanya berdebat dan membenturkan argumentasi soal keberadaan Tuhan. Benarkah Tuhan itu memang benar ada ? Ataukah hanya sesuatu yang maya dan bersifat imajinatif belaka ?
Si ulama' sangat meyakini bahwa Tuhan itu ada. Sebaliknya, si Atheis justru sangat yakin bahwa Tuhan tak pernah ada, hanya diada-adakan oleh orang yang selalu melihat kapabilitas dirinya, rekaan orang yang tak mampu mengahadapi realitas hidup, yang karenanya lantas melarikan diri dari kenyataan, membawa diri dalam alam imajinatif, alam rekaan yang pada substansinya tak pernah ada.
Bila si Ulama' yakin sungguh bahwa alam semesta ini ada dan eksis karena memang ada yang menciptakannya, yakni Tuhan, maka sebaliknya si Atheis menolak habis-habisan dan "ngeyel" bahwa alam ini, termasuk dirinya, adalah ada dengan sendirinya, terwujud sebagaimana mestinya, dan bukan dicipta oleh siapa-siapa.
Dari hari ke hari perdebatan dan adu ergumen terus berlanjut, dan tak ada tanda-tanda menemukan titik temu. Sampai keduanya pada merasa jenuh untuk terus melakukan perdebatan.
Ditengah kejenuhan itu, si Atheis berkata : "Aku akan percaya bahwa Tuhan itu memang ada, hanya bila engkau dapat memberikan alasan dan bukti yang bisa diterima oleh akalku."
"Baiklah", si Ulama' menjawab, "kita ketemu lagi besok di tempat ini, dalam waktu yang sama seperti saat ini. Aku akan memberi bukti bahwa Tuhan itu memang benar-benar ada."
Pada akhirnya kedua orang itu pun berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi. Esok harinya, di tempat dan waktu yang sama, sang Atheis telah datang lebih awal. Namun, setelah ia menunggu dan menunggu sekian jam lamanya, sang Ulama' tak kunjung muncul. Ia mulai mangkel, dongkol, dan gregetan. Ia curiga bahwa sang Ulama' tak bisa mendapatkan bukti untuk mendukung argumentasinya, yang karenanya tidak berani menampakkan batang hidungnya, sampai kemudian ketika ia akan beranjak pergi, tiba-tiba saat itu juga sang Ulama' muncul.
"Tunggu dulu, Sobat. Jangan keburu pergi." Seru sang Ulama."
Demi mendengar seruan itu, si Atheis menghentikan langkahnya, dan dengan kesal berkata, "Kenapa engkau begitu lama ? Bukankah kita telah berjanji untuk berjumpa dalam tempat dan waktu yang sama ?"
"Maafkan saya, Sobat," jawab sang Ulama' . "Saya terlambat datang karena tadi di tengah perjalanan kesini saya melihat keanehan yang sungguh sangat luar biasa dan menakjubkan."
Mendengar jawaban serius itu, kekesalan si Atheis langsung sirna, digantikan dengan rasa peanasaran yang amat. "Keanehan apa ? Apa yang terjadi ?"
"Begini, Sobat," kata si Ulama', ketika dalam perjalanan menuju kesini tadi, saya melihat ada sebuah pohon yang tiba-tiba roboh sendiri."
"Lalu ?" potong si Atheis penasaran.
"Lalu pohon itu tiba-tiba terbelah sendiri, dan secara otomatis menjadi potongan- potongan kayu papan."
"Kemudian ?" desak si Atheis tak sabar.
"Kemudian papan-papan itu tersusun sendiri, menjadi almari, dipan, meja dan kursi."
Mendengar cerita si Ulama' itu, si Atheis tersenyum kecut, sambil bergumam, "Ah, engkau ngaco, Sobat. Mana mungkin ada sebuah pohon roboh tanpa sebab ? Mana mungkin ada sebuah pohon terpotong-potong sendiri menjadi papan tanpa ada yang menggergajinya ? Mana mungkin pula ada papan kayu menjadi alamari, dipan, meja dan kursi dengan sendirinya ? Sudah pasti semua itu ada yang menyusun, merakit dan membuat semua itu."
Mendengar sanggahan beruntun dari si Atheis, sang Ulama' tersenyum, lalu berkata, "Kenapa tidak mungkin, Sobat, jika bagimu adalah mungkin bahwa alam semesta dan segala isinya ini ada dengan sendirinya. Bila itu semua tidak mungkin, lalu mungkinkah alam semesta dan segala isinya ini ada dengan sendirinya ? persis seperti yang engkau katakan. Alam semesta ini ada tentu ada yang mambuatnya, dan dialah Yang Awal dari segala yang awal, Dialah Tuhan"
Demi mendengar ucapan itu, si Atheis terperanjat, rasioanya membenarkan argument dan bukti si Ulama'. Jika sebuah pohon saja tidak mungkin menjadi meja dan kursi dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan manusia, lalu bagaimana dengan alam semesta yang jauh lebih besar lagi.
Wallahu a'lam...
Si ulama' sangat meyakini bahwa Tuhan itu ada. Sebaliknya, si Atheis justru sangat yakin bahwa Tuhan tak pernah ada, hanya diada-adakan oleh orang yang selalu melihat kapabilitas dirinya, rekaan orang yang tak mampu mengahadapi realitas hidup, yang karenanya lantas melarikan diri dari kenyataan, membawa diri dalam alam imajinatif, alam rekaan yang pada substansinya tak pernah ada.
Bila si Ulama' yakin sungguh bahwa alam semesta ini ada dan eksis karena memang ada yang menciptakannya, yakni Tuhan, maka sebaliknya si Atheis menolak habis-habisan dan "ngeyel" bahwa alam ini, termasuk dirinya, adalah ada dengan sendirinya, terwujud sebagaimana mestinya, dan bukan dicipta oleh siapa-siapa.
Dari hari ke hari perdebatan dan adu ergumen terus berlanjut, dan tak ada tanda-tanda menemukan titik temu. Sampai keduanya pada merasa jenuh untuk terus melakukan perdebatan.
Ditengah kejenuhan itu, si Atheis berkata : "Aku akan percaya bahwa Tuhan itu memang ada, hanya bila engkau dapat memberikan alasan dan bukti yang bisa diterima oleh akalku."
"Baiklah", si Ulama' menjawab, "kita ketemu lagi besok di tempat ini, dalam waktu yang sama seperti saat ini. Aku akan memberi bukti bahwa Tuhan itu memang benar-benar ada."
Pada akhirnya kedua orang itu pun berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi. Esok harinya, di tempat dan waktu yang sama, sang Atheis telah datang lebih awal. Namun, setelah ia menunggu dan menunggu sekian jam lamanya, sang Ulama' tak kunjung muncul. Ia mulai mangkel, dongkol, dan gregetan. Ia curiga bahwa sang Ulama' tak bisa mendapatkan bukti untuk mendukung argumentasinya, yang karenanya tidak berani menampakkan batang hidungnya, sampai kemudian ketika ia akan beranjak pergi, tiba-tiba saat itu juga sang Ulama' muncul.
"Tunggu dulu, Sobat. Jangan keburu pergi." Seru sang Ulama."
Demi mendengar seruan itu, si Atheis menghentikan langkahnya, dan dengan kesal berkata, "Kenapa engkau begitu lama ? Bukankah kita telah berjanji untuk berjumpa dalam tempat dan waktu yang sama ?"
"Maafkan saya, Sobat," jawab sang Ulama' . "Saya terlambat datang karena tadi di tengah perjalanan kesini saya melihat keanehan yang sungguh sangat luar biasa dan menakjubkan."
Mendengar jawaban serius itu, kekesalan si Atheis langsung sirna, digantikan dengan rasa peanasaran yang amat. "Keanehan apa ? Apa yang terjadi ?"
"Begini, Sobat," kata si Ulama', ketika dalam perjalanan menuju kesini tadi, saya melihat ada sebuah pohon yang tiba-tiba roboh sendiri."
"Lalu ?" potong si Atheis penasaran.
"Lalu pohon itu tiba-tiba terbelah sendiri, dan secara otomatis menjadi potongan- potongan kayu papan."
"Kemudian ?" desak si Atheis tak sabar.
"Kemudian papan-papan itu tersusun sendiri, menjadi almari, dipan, meja dan kursi."
Mendengar cerita si Ulama' itu, si Atheis tersenyum kecut, sambil bergumam, "Ah, engkau ngaco, Sobat. Mana mungkin ada sebuah pohon roboh tanpa sebab ? Mana mungkin ada sebuah pohon terpotong-potong sendiri menjadi papan tanpa ada yang menggergajinya ? Mana mungkin pula ada papan kayu menjadi alamari, dipan, meja dan kursi dengan sendirinya ? Sudah pasti semua itu ada yang menyusun, merakit dan membuat semua itu."
Mendengar sanggahan beruntun dari si Atheis, sang Ulama' tersenyum, lalu berkata, "Kenapa tidak mungkin, Sobat, jika bagimu adalah mungkin bahwa alam semesta dan segala isinya ini ada dengan sendirinya. Bila itu semua tidak mungkin, lalu mungkinkah alam semesta dan segala isinya ini ada dengan sendirinya ? persis seperti yang engkau katakan. Alam semesta ini ada tentu ada yang mambuatnya, dan dialah Yang Awal dari segala yang awal, Dialah Tuhan"
Demi mendengar ucapan itu, si Atheis terperanjat, rasioanya membenarkan argument dan bukti si Ulama'. Jika sebuah pohon saja tidak mungkin menjadi meja dan kursi dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan manusia, lalu bagaimana dengan alam semesta yang jauh lebih besar lagi.
Wallahu a'lam...
Wejangan Syekh Abdul Qodir Jailany
Ketika kamu bertemu orang yang lebih tua , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena dia lebih banyak bertasbih & berdzikir kepada Allah..
Ketika kamu memandang orang yang lebih muda , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena maksiatnya lebih sedikit daripada kamu..
Ketika berjumpa dengan orang yang berilmu , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena ketika dia beribadah senantiasa dengan ilmunya , amal yang disertai dengan ilmu lebih mudah diterima disisi Allah , sedangkan beramal tanpa ilmu sulit diterima..
Ketika bertemu dengan orang yang bodoh , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena jika dia melakukan dosa , hal itu karena dia tidak mengerti , dosa yang dilakukan tanpa mengerti itu mudah diampuni Allah , namun jika kita melakukan dosa disertai dengan ilmu itu berarti niat melanggar..
Ketika bertemu dengan orang kaya , pandanglah dia lebih baik dari kamu karena shodaqoh & zakatnya lebih banyak..
Ketika kamu bertemu dengan orang fakir miskin , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena dia lebih banyak susahnya , lebih banyak memerangi hawa nafsunya dan sabar karena sesungguhnya orang fakir miskin yang sabar itu lebih baik daripada orang kaya yang banyak syukurnya..
Ketika kamu bertemu dengan anjing , pandanglah bahwa anjing tersebut lebih baik dari kamu karena ketika anjing mati tidak ditanya apa-apa , makhluk Allah yang tidak ditanya lebih baik daripada yang ditanya..
Bahkan ketika kamu bertemu dengan orang kafir , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena ketika dia akan mati mungkin membaca syahadat , dimana hal itu menjadikan semua dosa-dosanya diampuni , sedangkan kamu tidak tau apakah nanti mati dengan membawa iman atau tidak..?
Ketika kamu memandang orang yang lebih muda , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena maksiatnya lebih sedikit daripada kamu..
Ketika berjumpa dengan orang yang berilmu , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena ketika dia beribadah senantiasa dengan ilmunya , amal yang disertai dengan ilmu lebih mudah diterima disisi Allah , sedangkan beramal tanpa ilmu sulit diterima..
Ketika bertemu dengan orang yang bodoh , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena jika dia melakukan dosa , hal itu karena dia tidak mengerti , dosa yang dilakukan tanpa mengerti itu mudah diampuni Allah , namun jika kita melakukan dosa disertai dengan ilmu itu berarti niat melanggar..
Ketika bertemu dengan orang kaya , pandanglah dia lebih baik dari kamu karena shodaqoh & zakatnya lebih banyak..
Ketika kamu bertemu dengan orang fakir miskin , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena dia lebih banyak susahnya , lebih banyak memerangi hawa nafsunya dan sabar karena sesungguhnya orang fakir miskin yang sabar itu lebih baik daripada orang kaya yang banyak syukurnya..
Ketika kamu bertemu dengan anjing , pandanglah bahwa anjing tersebut lebih baik dari kamu karena ketika anjing mati tidak ditanya apa-apa , makhluk Allah yang tidak ditanya lebih baik daripada yang ditanya..
Bahkan ketika kamu bertemu dengan orang kafir , pandanglah bahwa dia lebih baik dari kamu karena ketika dia akan mati mungkin membaca syahadat , dimana hal itu menjadikan semua dosa-dosanya diampuni , sedangkan kamu tidak tau apakah nanti mati dengan membawa iman atau tidak..?
Bila Al-Qur'an Bisa Bicara
Minggu, 23 Mei 2010
Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku
Dengan wudu' aku kau sentuh dalam keadaan suci
Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra
Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?
Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya
Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu
Kadangkala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan
Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian
Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.
Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau.....
Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV
Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...
Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surahku (Basmalah)
Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset yang berisi ayat Alloh yang terdapat padaku di laci mobilmu
Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu
Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja
Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu
Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatkupun kadang kau abaikan
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu
Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV
Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga
Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk
Hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah
Waktupun cepat berlalu...aku menjadi semakin kusam dalam lemari
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali
Itupun hanya beberapa lembar dariku
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.
Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan ? Bila
engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba Engkau akan
diperiksa oleh para malaikat suruhanNya
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.
Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...
Setiap saat berlalu...kuranglah jatah umurmu...
Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu..
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.
Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati...
Di kuburmu nanti....
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan
Yang akan membantu engkau membela diri
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu Dari perjalanan di alam akhirat
Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu
Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci
Yang berasal dari Alloh, Tuhan Yang Maha Mengetahui
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.
Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...
Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu
Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu
Sentuhilah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku....
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu....dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil , lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai
Jangan aku engkau biarkan sendiri....
Dalam bisu dan sepi....
Mahabenar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana
Dengan wudu' aku kau sentuh dalam keadaan suci
Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra
Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?
Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya
Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu
Kadangkala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan
Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian
Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.
Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau.....
Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV
Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...
Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surahku (Basmalah)
Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset yang berisi ayat Alloh yang terdapat padaku di laci mobilmu
Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu
Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja
Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu
Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatkupun kadang kau abaikan
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu
Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV
Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga
Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk
Hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah
Waktupun cepat berlalu...aku menjadi semakin kusam dalam lemari
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali
Itupun hanya beberapa lembar dariku
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.
Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan ? Bila
engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba Engkau akan
diperiksa oleh para malaikat suruhanNya
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.
Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...
Setiap saat berlalu...kuranglah jatah umurmu...
Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu..
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.
Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati...
Di kuburmu nanti....
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan
Yang akan membantu engkau membela diri
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu Dari perjalanan di alam akhirat
Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu
Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci
Yang berasal dari Alloh, Tuhan Yang Maha Mengetahui
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.
Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...
Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu
Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu
Sentuhilah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku....
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu....dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil , lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai
Jangan aku engkau biarkan sendiri....
Dalam bisu dan sepi....
Mahabenar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana
THINKING (FIKIRAN)
2juta informasi masuk ke otak kita perdetiknya.
Akal kita mampu berfikir 60.000 fikiran setiap harinya, baik yg positif maupun negatif.
Setiap doa yg kita ucapkan bersumber dari fikiran, berarti setiap fikiran merupakan DOA.
Setiap DOA pasti dikabulkan oleh Allah, baik yang positif maupun yang negatif (Ud'uni astajib lakum).
Hidup kita yang sekarang kita jalani, ternyata hasil proyeksi dari akal fikran kita sendiri.
Jadi berhati2lah mengolah fikiran kita, hiasilah selalu fikiran kita dgn positif thinking, karena setiap fikiran kita merupakan DOA, yg pasti akan dikabulkan oleh Allah, maka senantiasalah berfikir positif agar POSITIVE hidup kita, yg merupakan hasil proyeksi dari akal kita.
JAUHKAN SU'UDZON (BURUK SANGKA)
Baik pada orang lain, pada diri sendiri, maupun pada Allah, sehingga kehidupan nyata kitapun jauh dari KEBURUKAN.
CARA MENGHILANGKAN SU'UDZON :
Paksakan diri untuk berhusnudzon (berbaik sangka) sampai 72x
jadi misalnya : saat kita mengundang orang lain disuatu pesta & org tsb tidak datang, paksakan diri kita untuk mencari kesimpulan brupa kata "MUNGKIN" dgn baik, misalnya : mungkin dia ada halangan, mungkin dia ada acara lain, mungkin dia lupa & mungkin2 lainnya sampai 72 x, baru ke 73X nya kita boleh berfikir negatif.... kenapa? karena saat kita mencari kata "MUNGKIN" ke lebih 30x otak kita sudah terlanjur lelah sehingga tdk ada kesempatan utk berfikir negatif lagi.
Sebisa mungkin kurangi asupan persepsi negatif (baik yg bersumber dari TV, majalah, radio, apalagi yg mengandung gosip, gibah & lainnya) karena dgn semakin dikit info buruk yg masuk ke otak kita, makin sedikit kita berfikir negatif.
Hiasi fikiran kita dengan Nama2 baik Allah/Asmaul husnah, sehingga hasil proyeksi hidup kitapun InsyaAllah menjadi baik.
Nikmati sholatmu & Dzikirmu, ajaklah hati, jiwa & fikiranmu saat melakukan sholat & zikir, karena doa kita yg berada dlm fikiran kitapun akan diaminkan para malaikat.
Ubah cara bertanya pada diri, jgn katakan Why (kenapa) tapi ubahlah menjadi How (bagaimana). karena kata2 Why, mengandung makna penyesalan, putus asa & cenderung menyalahkan orang lain. sedangkan kata How, mengandung pemikiran yg menantang, kreatif (thinking out of the box) misalnya :
kita sering bertanya kenapa saya miskin? kenapa saya yg dikasih musibah ini? kenapa bukan saya yg berhasil? tapi cobalah kita ubah pertanyaan tsb menjadi.... Bagaimana caranya supaya saya tdk miskin? bagaimana agar saya tdk dikasih cobaaan berat ini? bagaimana saya bisa berhasil? apa yg harus saya lakukan? Jadi ubahlah cara bertanya pada diri kita sendiri.
Melatih Kata- Kata. sering kali otak kita, salah menerjemahkan kata2 kita, sering kali otak men "delet" sebagian kata2 yg kita ucapkan. misalnya : kita disuruh "Jangan tengok kebelakang" apa yg ada dipikiran kita? memang kita tdk nengok kebelakang, namun tak dipungkiri, otak kita berreaksi sebaliknya & kembali bertanya? ada apa dibelakang? kenapa saya tdk boleh tengok kebelakang, sehingga "hasrat keinginan kita justru menjadi ingin menengok kebelakang. karena otak berusaha mendelet kata2 "jangan", sehingga menjadi "tengok kebelakang" tdk jarang sebagain besar manusia, malah memilih "menengok kebelakang" dari pada "Jangan tengok kebelakang". betapa bahayanya "Fikiran" tersebut, jika kita tak bisa mengelolahnya.
KEKUATAN KHUSNUDZON
bayangkan jika 60.000 fikiran kita perharinya seluruhnya Positive Thinking? Subhanwllah yg terjadi adalah "The Power Of Positif Thinking" yg dapat merubah hidup kita menjadi Wujud kehidupan nyata yg Positif (Bahagia, Senang, tenang, damai, tentram)
Magnet Low of Attaction (LOA) - "Fokus Kita" dapat menentukan arah hidup kita. Jadi usahakan agar kita selalu Fokus kepada kebaikan2 saja & usahakanlah untuk membayangkan dalam benak kita tentang hal2 yg baik2 saja & yakini sebagai kenyataan yang akan terwujud, karena tak ada yg tak mungkin bagi Allah (Kun fayakun)
"Harapan Anda" adalah daya pikat yg kuat, semakin besar harapan kita, semakin mudah tuk terwujud menjadi nyata, hanya tinggal kita"nya saja yg pandai2 memilihnya. Yg pasti Harapan Positif menarik Wujud Positif & Harapan Negatif akan menarik Wujud Negatif.
Dibawah ini adalah Rujukan Ilahi tentang "Fikiran"
Ana ‘inda dzanni ‘abdi bi (AKU terserah pada suara hati hamba-KU terhadap-KU). (hadist Qudsi HR Bukhori Muslim)
...dan jika kamu menuruti kebanyakan orang2 yg dimuka bumi ini, niscahya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti "PERSANGKAAN" belaka & mereka tdk lain hanyalah berdusta terhadap Allah (Qs 6 :116)
Sesungguhnya sebagian dari PRASANGKA itu dosa (QS 49 : 12)
Akal kita mampu berfikir 60.000 fikiran setiap harinya, baik yg positif maupun negatif.
Setiap doa yg kita ucapkan bersumber dari fikiran, berarti setiap fikiran merupakan DOA.
Setiap DOA pasti dikabulkan oleh Allah, baik yang positif maupun yang negatif (Ud'uni astajib lakum).
Hidup kita yang sekarang kita jalani, ternyata hasil proyeksi dari akal fikran kita sendiri.
Jadi berhati2lah mengolah fikiran kita, hiasilah selalu fikiran kita dgn positif thinking, karena setiap fikiran kita merupakan DOA, yg pasti akan dikabulkan oleh Allah, maka senantiasalah berfikir positif agar POSITIVE hidup kita, yg merupakan hasil proyeksi dari akal kita.
JAUHKAN SU'UDZON (BURUK SANGKA)
Baik pada orang lain, pada diri sendiri, maupun pada Allah, sehingga kehidupan nyata kitapun jauh dari KEBURUKAN.
CARA MENGHILANGKAN SU'UDZON :
Paksakan diri untuk berhusnudzon (berbaik sangka) sampai 72x
jadi misalnya : saat kita mengundang orang lain disuatu pesta & org tsb tidak datang, paksakan diri kita untuk mencari kesimpulan brupa kata "MUNGKIN" dgn baik, misalnya : mungkin dia ada halangan, mungkin dia ada acara lain, mungkin dia lupa & mungkin2 lainnya sampai 72 x, baru ke 73X nya kita boleh berfikir negatif.... kenapa? karena saat kita mencari kata "MUNGKIN" ke lebih 30x otak kita sudah terlanjur lelah sehingga tdk ada kesempatan utk berfikir negatif lagi.
Sebisa mungkin kurangi asupan persepsi negatif (baik yg bersumber dari TV, majalah, radio, apalagi yg mengandung gosip, gibah & lainnya) karena dgn semakin dikit info buruk yg masuk ke otak kita, makin sedikit kita berfikir negatif.
Hiasi fikiran kita dengan Nama2 baik Allah/Asmaul husnah, sehingga hasil proyeksi hidup kitapun InsyaAllah menjadi baik.
Nikmati sholatmu & Dzikirmu, ajaklah hati, jiwa & fikiranmu saat melakukan sholat & zikir, karena doa kita yg berada dlm fikiran kitapun akan diaminkan para malaikat.
Ubah cara bertanya pada diri, jgn katakan Why (kenapa) tapi ubahlah menjadi How (bagaimana). karena kata2 Why, mengandung makna penyesalan, putus asa & cenderung menyalahkan orang lain. sedangkan kata How, mengandung pemikiran yg menantang, kreatif (thinking out of the box) misalnya :
kita sering bertanya kenapa saya miskin? kenapa saya yg dikasih musibah ini? kenapa bukan saya yg berhasil? tapi cobalah kita ubah pertanyaan tsb menjadi.... Bagaimana caranya supaya saya tdk miskin? bagaimana agar saya tdk dikasih cobaaan berat ini? bagaimana saya bisa berhasil? apa yg harus saya lakukan? Jadi ubahlah cara bertanya pada diri kita sendiri.
Melatih Kata- Kata. sering kali otak kita, salah menerjemahkan kata2 kita, sering kali otak men "delet" sebagian kata2 yg kita ucapkan. misalnya : kita disuruh "Jangan tengok kebelakang" apa yg ada dipikiran kita? memang kita tdk nengok kebelakang, namun tak dipungkiri, otak kita berreaksi sebaliknya & kembali bertanya? ada apa dibelakang? kenapa saya tdk boleh tengok kebelakang, sehingga "hasrat keinginan kita justru menjadi ingin menengok kebelakang. karena otak berusaha mendelet kata2 "jangan", sehingga menjadi "tengok kebelakang" tdk jarang sebagain besar manusia, malah memilih "menengok kebelakang" dari pada "Jangan tengok kebelakang". betapa bahayanya "Fikiran" tersebut, jika kita tak bisa mengelolahnya.
KEKUATAN KHUSNUDZON
bayangkan jika 60.000 fikiran kita perharinya seluruhnya Positive Thinking? Subhanwllah yg terjadi adalah "The Power Of Positif Thinking" yg dapat merubah hidup kita menjadi Wujud kehidupan nyata yg Positif (Bahagia, Senang, tenang, damai, tentram)
Magnet Low of Attaction (LOA) - "Fokus Kita" dapat menentukan arah hidup kita. Jadi usahakan agar kita selalu Fokus kepada kebaikan2 saja & usahakanlah untuk membayangkan dalam benak kita tentang hal2 yg baik2 saja & yakini sebagai kenyataan yang akan terwujud, karena tak ada yg tak mungkin bagi Allah (Kun fayakun)
"Harapan Anda" adalah daya pikat yg kuat, semakin besar harapan kita, semakin mudah tuk terwujud menjadi nyata, hanya tinggal kita"nya saja yg pandai2 memilihnya. Yg pasti Harapan Positif menarik Wujud Positif & Harapan Negatif akan menarik Wujud Negatif.
Dibawah ini adalah Rujukan Ilahi tentang "Fikiran"
Ana ‘inda dzanni ‘abdi bi (AKU terserah pada suara hati hamba-KU terhadap-KU). (hadist Qudsi HR Bukhori Muslim)
...dan jika kamu menuruti kebanyakan orang2 yg dimuka bumi ini, niscahya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti "PERSANGKAAN" belaka & mereka tdk lain hanyalah berdusta terhadap Allah (Qs 6 :116)
Sesungguhnya sebagian dari PRASANGKA itu dosa (QS 49 : 12)
Sejarah Islam Masuk Indonesia
Jumat, 21 Mei 2010
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Langganan:
Postingan (Atom)